Senin, 29 Agustus 2016

Kegiatan Dakwah Abina Al Karim Al Habib Ali Zainal Abidin bin Husain Al Jufri selama di Kota Tepian Samarinda

Abina Mengisi Majelis Nurul Amin pimpinan KH. Zhofaruddin (Guru Udin) di Samarinda






Qiroat Kutub oleh para Habaib, Tuan Guru dan Asatidz Samarinda di Majelis al-Arsyadi Lambung Mangkurat



Atas dari kiri ke kanan : Abina Ust. Achmad Rusydi, Habib Muhammad Mudhor al-Atthos, Habib Hasyim bin Syekh Abu Bakr, Abina Al Krim Al Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri, H. Jamri, Habib Hasan al Muhdhor, Guru Ahmad Zaini
Bawah dari kiri ke kanan : Habib Faqih Assegaf, Guru Ibad, Ust. Jamil, Ust. Dani, dan Ust. Nur Kholis

Abina saat mengisi Majelis Rutinan al-Arsyadi Malam Kamis.



Add caption

Jumat, 20 Mei 2016

Hadiah Mobil dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam


Pada suatu hari, sayangnya, penulis tidak ingat persis tanggal, bulan dan tahunnya, Abuya sayyid Muhammad Bin Alawy Al-Maliki Al-Hasani berniat berziyaroh kepada kakek beliau baginda Rasulullah di Madinah, Namun beliau bingung mengenai cara dan kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan niatnya tersebut. Sebab, semua urusan beliau biasanya di laksanakan setelah melalui istikharah atau mendapat isyarah (petunjuk dari Rasulullah atau para Auliya’ pendahulu beliau).
Di tengah-tengah kebingungannya itu, pada suatu malam, tiba-tiba ada seorang tamu mengetuk pintu asrama kami di ar-Rushaifah. Ketika itu, Abuya sudah meninggalkan majlis ta’limnya, karena waktu sudah agak malam. Kebetulan penulis ketika itu berada di dekat pintu. Setelah pintu di buka, ternyata tamu tersebut adalah orang arab bergamis putih dan memakai gutrah di kepalanya layaknya orang arab saudi. Ia datang menyerahkan sebuah amplop surat yang alamatnya di tujukan kepada Abuya. Di malam itu penulis mendapatkan banyak surat dan amanat yang semuanya di tujukan kepada beliau.
Seperti biasa setelah melakukan shubuh berjamaah dan wirid bersama, penulis segera melaporkan dan menyerahkan semua surat dan amanat kepada beliau (Abuya Sayyid Muhammad al-Maliki ) dan biasanya Abuya membaca surat di tempat atau memerintahkan muridnya untuk membacakannya kepada beliau jika isinya tidak bersifat rahasia. Dari sekian banyak surat, ada satu surat yang membuat Abuya takjub bercampur haru. Pengirim surat itu adalah seorang saudagar tajir dari kota jeddah. Di dalam surat itu, ia mengisahkan bahwa dirinya bermimpi Rasulullah.

Begini kisah selengkapnya: Suatu saat, saudagar itu di landa kebingungan. Pasalnya, ia memiliki banyak harta yang sudah di belanjakan untuk kebutuhan hidupnya, tetapi masih tersisa beberapa Ribu Reyal (mata uang saudi arabia ). Di saat itulah ia menjadi bingung hendak di kemanakan sisa uang tersebut. Tak lama kemudian ia tertidur. Di dalamnya tidurnya dia bermimpi bertemu denga Rasulullah yang memerintahkannya untuk sisa uang itu kepada Abuya sayyid Al-Maliki. Di dalam mimpi itu, Rasulullah berkata kepadanya: Hai Fulan! Uangmu yang masih tersisa belikan mobil yang memuat 50 orang, lalu berikan mobil itu kepada anakku Sayyid Muhammad al-Maliki Mekkah. Ia ingin berziyaroh kepadaku bersama murid-muridnya tetapi tidak memiliki kendaraan.”
Saudara itupun terbangun dan langsung mengirimkan surat itu kepada Abuya, memang benar, saat itu Abuya sedang kebingungan mencari mobil agak besar yang sekiranya memuat lebih banyak penumpang, sementara mobil yang sudah ada tidak memadai. dan Subhanallah semua urusan mobil, mulai dari STNK dan lain-lainnya dapat di selesaikan pada hari itu juga, sehingga Abuya bersama murid-muridnya dapat berangkat ke Madinah al-Munawwaroh di hari itu juga untuk berziyaroh kepada kakek beliau baginda Rasulullah. berhubung saat itu tidak di jumpai mobil yang memuat 50 orang, maka saudara itu menghadiahi beliau dua mobil, yang satu bus mini dan satunya lagi Nissan, mobil yang besar itu kemudian oleh Abuya di beri nama Al-Busyro yang artinya sesuatu yang menggembirakan sedangkan yang kecil di beri nama Al-Karimah yang artinya yang mulia.
Penulis: murid beliau, Abuya Habib Musthofa Husain al-Jufri.

Rabu, 18 Mei 2016

Dzakhair Muhammadiyah: Dari Budak-budak yang Dimerdekakan hingga Juru Tulis Rasulullah (Karya Abuya Maliki)

pesareanrasulullah1
Kali ini pembahasan Dzakhair Muhammadiyah karya Abuya As Sayyid Muhammad bin Alawy Al-Maliki Al-Hasani. sampai pada Budak-budak yang dimerdekan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga juru tulis Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada postingan  sebelumnya, pembahasan tentang seputar keluarga besar Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallamBerikut terjemahannya :
Budak-budak Nabi Muhammad saw. yang Dimerdekakan
Zaid bin Haritsah. Beliau memerdekakannya. Dan puteranya, yaitu Usamah. Tsauban. Abu Kabsyah. Sulaim (yang turut serta di peperangan Badar). Ia dimerdekakan beliau. Ia meninggal dunia saat pemerintahan Khalifah Umar. Unaisah juga dimerdekakan beliau. Syaqran (yang bernama Shaleh). Konon dikatakan bahwa dia adalah budak yang diwarisi beliau dari ayahanda. Ada pula yang mengatakan bahwa ia (Syaqran) adalah budak yang dibeli oleh Abdurrahman bin Auf dan dimerdekakannya. Rabah al-Aswad an-Naubi. Dia orang yang (bertugas) memberi izin (seseorang) masuk kepada beliau manakala beliau tengah menyendiri. Dialah yang memberi izin Umar bin Khatthab menemui beliau. Ia dimerdekakan beliau. Yasar ar-Rai an-Naubi (ia dibunuh oleh Araniyun). Abu Rafi’ yang telah masuk Islam (budak yang dihadiahkan oleh Abbas untuk beliau). Ia dimerdekakan beliau ketika ia memberikan berita gembira akan keislaman Abbas. Beliau menikahkannya dengan Salma (seorang budak wanita beliau yang dimerdekakan) dan melahirkan Ubaidullah.
Abu Muwaihibah juga budak beliau yang dimerdekakan. Fadlalah (yang meninggal di Syam). Rafi’ (budak Said bin Ash) dimerdekakan beliau. Mid’am (ia hadiah untuk beliau dari Rifa’ah al-Judzami) terbunuh di Wadil Qura. Kirkirah (hadiah untuk beliau dari Haudzah bin Ali) dan beliau memerdekakannya. Zaid (kakek Bilal bin Yasar). Ubaid. Thohman. Ma’bur al-Qibty (hadiah dari Muqaiqis). Waqid. Abu Waqid. Hisyam. Abu Dlamrah (dari rampasan perang dan beliau memerdekakannya). Hunain. Abu Atsib (namanya Ahmar)). Abu Ubaid. Safinah (dulunya budak milik Ummu Salamah). Ummu Salamah menetapkan syarat bagi (kemerdekaan)nya, yaitu selalu melayani Nabi saw. sepanjang hayat. Ia berkata kepada Ummu Salamah, “Seaindainya engkau tidak menetapkan syarat atas apa yang engkau akan berpisah dan meninggalkannya.” Dulu ia bernama Rabah. Ada juga yang mengatakan, bernama Mihran. Abu Hind dan dimerdekakan oleh beliau. Anjasyah al-Hadi. Abu Lubanah. Para ulama menyebutkan lebih banyak dari nama-nama tersebut.
Dari kalangan wanita ada Salma (Ummu Rafi’, isteri Abu Rafi’). Beliau mewarisinya dari sang ayahanda. Mariyah. Raihanah. Qaishar (saudara perempuan Mariyah). Maimunah binti Saad. Hadrah. Radwa.
Ibnul Jauzi berkata, “Budak laki-laki Nabi saw. adalah 43, sedang budak wanita beliau adalah 11 orang. Semoga Allah meridlai mereka semua. Ketahuilah bahwa para budak-budak itu tidaklah berada satu waktu dengan Nabi saw., namun, berada dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Syeikh Shiddiq Hasan Khan dalam syarah (komentar)nya atas kitab Bulughul Maram menuturkan, “Sesungguhnya Baginda Nabi saw. memerdekakan 63 orang (sama dengan bilangan usia beliau).”
Para Pelayan dan Petugas Khusus Nabi saw.
Anas bin Malik. Hindun dan Asma (keduanya putera-puteri dari Haritsah). Rabih bin Kaab al-Aslami. Abdullah bin Mas’ud. Uqbah bin Amir. Bilal. Saad (budak milik Abu Bakar). Makhramah bin Abi an-Najasyi. Kabir bin Syaddakh. Al-Laitsi. Abu Dzar al-Ghifari. Aiman bin Ummu Aiman. Asla’ bin Syarik. Muhajir (budak Ummu Salamah). Nuaim bin Rabiah al-Aslami. Abul Hamra (Hilal bin Harits). Abus Samah yang aslinya bernama Iyad.
Dari kalangan wanita adalah Barakah (Ummu Aiman al-Habasyiyah) ibunda sahabat Usamah bin Zaid. Khaulah (nenek Hafsh). Salma (Ummu Rafi’, isteri Abu Rafi’). Maimunah binti Saad (Ummu Iyasy), budak dari Ruqayyah puteri Baginda Nabi saw.
Sahabat yang bertugas menjadi juru pukul di hadapan beliau adalah Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Miqdad bin Amr, Muhammad bin Salamah, Ashim bin Tsabit, dan Dlahhaq bin Sufyan. Qais bin Saad bin Ubadah (bertugas) di depan beliau tak ubahnya seperti komandan kepolisian. Bilal mengurus tugas-tugas kerumahtanggaan. Muaiqib bin Abu Fatimah ad-Dausi bertugas mengurus cincin beliau. Ibnu Mas’ud melayani siwak, sandal, dan air untuk beliau bersuci. Abu Rafi’ (nama aslinya adalah Aslam) mengatur muatan yang dibawa sewaktu bepergian. Uqbah bin Amir al-Juhani bertugas menyiapkan dan menuntun bagal beliau dalam perjalanan. Sementara Aslam bin Syarik bin Auf bertugas menyiapkan unta. Ia bertugas menaikkan dan menurunkan pelana unta.
Khalid bin Yasar bin Auf al-Ghifari mengurus unta beliau bersama dengan Hassan al-Aslami dan Najiyah binti Jundub al-Aslami. Dzar bin Abu Dzar al-Ghifari bertugas menggembala kuda atau unta (ternak) beliau di hutan. Bara’ bin Malik bertugas mendendang lagu di kalangan kaum laki-laki. Sementara Anjasyah bertugas mendendang lagu di kalangan perempuan. Dlahhak bin Sufyan bin Ka’ab bertugas mengawal Rasulullah saw. dengan pedangnya. Dia hero yang mampu menghadapi 100 penunggang kedua sendirian. Abdurrahman bin Auf adalah kepercayaan Rasulullah saw. atas ister-isteri beliau. Ketika isteri-isteri beliau hendak berhaji, mereka naik tandu di atas punggung unta (sekedup), seraya mereka memakai jubah warna kehitam-hitaman, maka di depan mereka adalah Abdurrahman bin Auf, sedang di belakang mereka adalah Utsman bin Affan. Keduanya tidak membiarkan satu orang pun mendekat isteri-isteri beliau itu. Abu Bakar ra. bertugas mengajar para delegasi sendirian, dan kadangkala dengan menyuruh seseorang, mengajar para delegasi itu bagaimana mereka harus memberi penghormatan kepada Nabi saw., bagaimana mereka menghaturkan salam kepada beliau, dan bagaimana mereka duduk di depan beliau, sebagaimana hal itu dituturkan oleh Ibnu Ishaq berkaitan dengan kisah delegasi Tsaqif, “Dan sesungguhnya Abu Bakar keluar menemui mereka seraya mengajari mereka hal itu.” Rasul juga mengangkat seorang anak kecil Yahudi menjadi pelayan urusan kerumahtanggaan. Beliau menawarkan agama Islam kepadanya, dia lalu masuk Islam, kemudian meninggal dunia setelah itu.
Beliau tampak juga menangani sesuatu sendiri, tidak menyerahkan pada orang lain, seperti (urusan) bersedekah dan berwudlu malam hari. Ibnu Saad meriwayatkan dari Ziyad (budak Iyasy bin Abu Rabiah). Katanya, “Ada dua perkara yang tidak diserahkan oleh Rasulullah saw. kepada orang lain, yaitu berwudlu ketika bangun tidur di malam hari dan memberi kepada peminta.
Para Pengawal Nabi saw.
Sahabat yang mengawal beliau adalah Saad bin Muadz pada perang Badar. Abu Bakar juga mengawal beliau pada waktu itu di arisy (semacam kemah). Dzakwan bin Abdu Qais. Muhammad bin Maslamah di perang Uhud. Zubair di perang Khandak. Abbad bin Bisyir. Saad bin Abi Waqqash. Ayyub (pada perang Khaibar). Bilal (di Wadil Qura). Dan tatkala turun ayat, “Dan Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia,” (Q.S. al-Maidah: 67) beliau meninggalkan pengawalan.
Duta Nabi saw. kepada Raja-raja
Amr bin Umayyah ad-Dlamri adalah duta (delegasi) pertama beliau yang diutus kepada raja Najasyi (Ashamah). Makna dari Ashamah sendiri adalah pemberian. Raja Najasyi menarus surat Rasulullah saw. di depan kedua matanya. Dia turun dari ranjang dan duduk di atas tanah. Dia masuk Islam dan meninggal tahun 9 pada masa Nabi saw. masih hidup. Beliau menshalati jenazahnya.
Dihyah bin Khalifah al-Kalbi diutus beliau kepada kaisar Romawi, yaitu Hiraklius. Dia meyakini nubuwah beliau sekaligus memahami Islam. Namun, Romawi tidak sepandangan dengannya. Dia khawatir akan kekuasaannya. Maka, dia menahan diri (untuk masuk Islam).
Abdullah bin Hudzafah as-Sahmai diutus beliau kepada Kisra, penguasa Persia. Kisra merobek-robek surat. Beliau lalu bersabda, “Allah akan merobek-robek kerajaannya hancur-lebur.”
Hathib bin Abi Balta’ah diutus beliau ke Muqauqis. Muqauqis toleran dengan Islam. Dia memberikan hadiah kepada Baginda Nabi saw. Mariyah dan Sirin, bagal berwarna kelabu (Duldul), 1000 dinar, dan dua puluhan pakaian.
Para pakar sejarah menuturkan bahwa beliau mengutus 6 duta dalam satu haro pada tahun 7, dan masing-masing dari utusan beliau itu tiba-tiba mampu berbicara dengan bahasa kaum yang mereka akan diutus kepadanya.
Amr bin Ash diutus beliau kepada dua putera Julanda, yaitu Jifar dan Abd, dua raja Oman. Keduanya masuk Islam dan berkenan menyerahkan sedekah dan hukum di antara mereka kepada Amr. Hal itu dilakukan hingga Nabi saw. wafat. Salith bin Amr al-Amiri diutus beliau kepada Hudzah bin Ali, penguasa Yamamah. Ia menghormati Salith dan membalas surat kepada Nabi saw. Di dalam suratnya ia mengatakan, “Alangkah indah dan bagusnya ajaran yang engkau serukan. Akan tetapi, aku adalah penceramah sekaligus pujangga kaumku, maka buatlah hal yang khusus untukku.” Rasulullah saw. enggan dengan permohonannya. Dan sampai akhirnya hayatnya, Hudzah belum memeluk Islam.
Syuja’ bin Wahab al-Asadi beliau utus kepada Harits bin Syamar al-Ghassani (raja Balqa di wilayah Syam). Dia melemparkan surat, seraya berkata, “Aku akan berjalan menemuinya,” namun dia dihalangi oleh Kaisar.
Muhajir bin Abu Umayyah al-Makhzumi diutus beliau kepada Harits al-Himyari di Yaman.
Ala’ bin al-Hadlrami diutus beliau kepada Mundzir bin Sawa (raja Bahrain). Dia lalu masuk Islam.
Abu Musa al-Asy’ari diutus beliau ke Yaman bersama dengan Muadz bin Jabal. Rakyat dan raja-raja Yaman bergegas menyambut Islam tanpa peperangan.
Juru Tulis Nabi saw.
Juru tulis (sekretaris) beliau di antaranya adalah Khalifah Empat, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Amir bin Fuhairah, Abdullah bin Arqam, Ubay bin Ka’ab, Tsabit bin Qais bin Syammas, Khalid bin Said, Handzalah bin Rabi’, Zaid bin Tsabit, Muawiyah bin Abu Sufyan, Syurahbil bin Hasanah, Ala’ bin al-Hadrami, Khalid bin Walid, Mughirah bin Syu’bah, Abdullah bin Rawahah, dan Hudzaifah bin Yaman. Sedang Muawiyah dan Zaid bin Tsabit adalah juru tulis khusus beliau yang selalu turut menyertai beliau.
Bersambung.

Adab Menuntut Ilmu Menurut Kitab Ta'lim Muta'allim




ADAB MENUNTUT ILMU

(Pos-1) Hakikat ilmu Fiqh dan keutamaannya

“Menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan” Kewajiban menuntut ilmu dalam hadist di atas yang dimaksud adalah dalam hal ilmu ushuluddin (ilmu Agama dan  Fiqh). “Seutama-utamanya ilmu adalah ilmu agama dan seutama-utamanya amal adalah menjaganya” sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi kaum muslim untuk memahami ilmu agama. Memahami hal yang paling fundamental dalam hidup, dari mana kita berasal? Untuk apa kita dihidupkan? Dan kemana kita akan pergi setelah kematian? Ketika seorang manusia sudah memahami hakikat hidupnya, maka dia akan berusaha untuk memahami rambu-rambu kehidupan yang tertuang secara tegas dalam Alqur’an dan Sunnah. Kita hidup di dunia hanya sementara dan pada ahirnya akan pulang ke kampung akhirat, layaknya seseorang yang akan pergi ke sebuah tempat yang jauh, ketika dia sudah memahami arah dan jalan untuk menuju ke sana, maka dia akan dengan mudah sampai ke tujuan. Sedang jika tidak mengetahui arahnya, maka dia akan tersesat. Itulah analogi hidup  akan paham tidaknya seseorang mengenai hukum-hukum kehidupan (syari’at). Dia yang paham maka akan selamat dan dia yang tidak paham maka akan tersesat.

“Sesungguhnya satu orang yang menguasai ilmu Fiqh serta wira’i itu lebih kuat mengalahkan syetan dibanding 1000 orang ahli ibadah”

“Ketahuilah, ilmu itu sungguh merupakan perhiasan bagi pemiliknya, dia adalah pertanda bagi tiap-tiap orang yang terpuji”

(Pos-2) Niat Ketika Mencari Ilmu

“Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niat”

Banyak sekali amal yang berbentuk amalan dunia tetapi dikarenakan bagusnya niat bisa menjadi amalan akhirat. Begitu juga sebaliknya, banyak amalan akhirat yang dikarenakan jeleknya niatnya sehingga menjadi amalan buruk yang justru mengantarkannya ke neraka. Hendaknya para pencari ilmu berniat untuk menari ridha Allah dan menghilangkan kebodohan dalam dirinya serta pada orang-orang yang bodoh.

(Pos-3) Memilih Ilmu, Guru dan Teman

Dalam menuntut ilmu di anjurkan untuk memilih ilmu yang baik dan dibutuhkan dalam perkara agama. Mendahulukan ilmu tauhid dan mengenal Allah dengan segala kesempurnaanNya. Dan tidak memprioritaskan ilmu yang baru seperti filsafat, mantiq, dll karena akan menyia-niyakan umur dan membuang waktu.
Sedang dalam memilih guru di anjurkan yang pandai, hati-hati dalam masalah halal haram dan ahli wira’i.

“Ingatlah ! kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara. Cerdas. Semangat. Sabar atas cobaan dan ujian. Sak. Di ajar oleh guru. Dan membutuhkan waktu yang lama” [Ali bin Abi Thalib]

Dan dalam memilih teman, sebaiknya memilih teman yang tekun, ahli wira’i, berwatak baik dan cepat memahami perkara. Jauhilah teman yang bersifat malas-malasan, pendek akalnya, banyak bicaranya, membuat kerusakan dan ahli fitnah. Dari teman kita yang baik maka dekatilah, karena sekali-kali kita pasti akan mendapatkan petunjuk dari Allah melalui dia.

(Pos-4) Memuliakan Ilmu dan Orang yang Mempunyai Ilmu

Orang yang menuntut ilmu tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat kecuali dengan menghormati gurunya. “Aku adalah hambanya orang yang mengajariku walaupun satu huruf” [Ali bin Abi Thalib]. Termasuk adab dalam memuliakan guru adalah dengan menghormati anaknya dan orang yang berhubungan dengannya.

Ciri-ciri mengagungkan ilmu di antaranya adalah;
1.  Memuliakan kitab dengan memegangnya dalam keadaan suci
2.  Meletakkan kitab di tempat yang (terhormat)
3.  Memperindah tulisan (catatan)
4.  Tidak menulis dengan warna merah karena ulama salaf tidak melakukannya

Termasuk adab memuliakan ilmu adalah dengan menghormati teman, mendengarkan guru, tidak duduk di dekat guru kecuali terpaksa, menjaga ilmu dengan akhlaq mulia dan menjauhi sifat sombong karena ilmu dapat diperoleh dengan kerendahan hati.

(Pos-5) Sungguh-sungguh, Tidak Bosan dan Bercita-cita

“Orang-orang yang bersungguh-sungguh mengharap keridhaan Kami, maka akan Kami tunjukkan jalan kepada mereka”

“Bersungguh-sungguh itu mendekatkan perkara yang jauh dan membuka pintu yang terkunci” [Syeikh Sadiduddin As Syafi’i]

Sebaiknya orang yang menuntut ilmu itu tidak tidur di malam hari, barangsiapa yang memiliki cita-cita tinggi dan ingin menemui derajat mulia maka janganlah tidur di malam hari. Jauhilah tidur. Sedikitkan makan. Jagalah dari kenyang. Teruslah belajar dan mengulangnya. Belajarlah terus menerus jangan sampai bosan. Jagalah diri dari makanan haram. Jauhilah menunda waktu..

“Barangsiapa yang mempunyai cita-cita yang luhur tanpa disertai kesungguhan atau bersungguh-sungguh tapi tidak disertai dengan cita-cita yang luhur maka tidak akan berhasil kecuali ilmu yang sedikit”

“Orang yang berilmu itu selalu hidup walaupun jasadnya sudah tidak ada, tetapi orang bodoh yang hidup itu seperti mayat yang hidup”

Malas itu menimbulkan riya’. Riya’ itu dikarenakan banyak minum. Banyak minum itu disebabkan banyak makan. Sedangkan untuk mengurangi makan adalah dengan memilih makanan yang sehat dan halal. Bersiwak itu bisa mengurangi sifat riya’. Membuat menjadi cepat hafal. Dan berguna untuk kefasihan lidah karena dia akan menambah pahala sunnah.

“Ada tiga orang yang Allah benci, mereka itu adalah yang banyak makan, pelit dan sombong.”

Banyak makan dibenci oleh Allah karena banyak makan menyebabkan penyakit dan buntunya otak. Sebagian ulama berpendapat kebanyakan makan dapat mengurangi kecerdasan.

(Pos-6) Mengawali Belajar, Ukuran dan Urutannya

Rasulullah bersabda, “Tidak ada suatu apapun yang didahului pada hari rabu kecuali untuk mencapai hakikat kesempurnaannya”

Iman Abu Hanifah selalu memulai suatu pekerjaan di Hari Rabu. Syaikhul Islam Burhanudin juga biasa menetapkan dan membiasakan mengawali belajar pada Hari Rabu. Begitupula dengan Syekh Abu Yusuf Al Hamdani yang selalu membiasakan setiap amal dari beberapa amal kebaikan di Hari Rabu.

Kadar ukuran belajar adalah semampunya, yakni yang mungkin bisa di hafal dan dikaji dengan mengulang dua kali, menambah setiap hari dengan satu kalimat walaupun membutuhkan waktu yang lama untuk menghafal dan mengkajinya, pelan-pelan dan memiliki harapan serta tekad bahwa dia mampu menghafal dan mengkajinya. Ketika sudah di ulang dua kali tetapi belum hafal maka di ulang terus hingga hafal.“Belajar satu huruf, mengulang seribu kali”. Sedikit materi jika sering di ulang maka akan lebih cepat paham dan berhasil.

Layanilah ilmu dengan layanan yang berguna. Kekalkan ilmu dengan perbuatan terpuji. Ketika kau menghafalnya maka ulangilah. Kuatkan dengan kekuatan penuh untuk menjaganya. Catatlah ilmu agar kau mudah mengulanginya. Dan pelajarilah untuk selamanya. [Syekh Imam Qawamudin Hamad bin Ibrahim bin Ismail As Shafari]

“Maka ketika engkau merasa aman atas apa yang kamu hafal. Maka bergegaslah pada selanjutnya yang baru serta mengulangnya akan hal yang sudah kau lalui dan bergegas pada hal tambahannya”    

Diskusi atau musyawarah akan memberikan pemahaman yang lebih luas akan sebuah ilmu. Hikmah dari berdiskusi adalah dia akan lebih kuat menancap dibandingkan mengulang-ngulang pelajaran (tikrar). Sebagian ulama berpendapat bahwa diskusi atau musyawarah selama satu jam itu lebih baik dibandingkan mengulang-ngulang pelajaran (tikrar) selama satu bulan.

Imam Abu Hanifah berkata, “Ketika aku mendapat ilmu maka aku akan bersyukur kepada Allah, ketika aku memahaminya maka aku akan berkata Alhamdulillah dan bertambahlah ilmuku, begitu juga seterusnya”

(Pos-7) Tawakkal

Orang yang menuntut ilmu wajib bertawakkal, tidak prihatin akan rizki dan tidak menyibukkan dirinya dengan rizki. Karena Allah akan mencukupinya. “Barangsiapa belajar ilmu agama di jalan Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya dan memberi rizki tanpa di sangka-sangka”. Termasuk kesibukan hati dalam masalah rizki adalah makanan dan pakaian. “Sekali-kali janganlah engkau sibukkan dirimu dengan keinginanmu” [Imam Mansyur Al Hajjaj]

(Pos-8) Waktu yang Dapat Menghasilkan Ilmu

“Carilah ilmu dari kecil sampai ajal menjemput”. Waktu yang utama untuk belajar di antarnya adalah; 1) pada usia muda; 2) waktu sahur; dan 3) waktu antara maghrib dan isya. Syekh Muhammad bin Hasan tidak pernah tidur di malam hari, pada saat beliau mengantuk beliau akan meneteskan air pada mata beliau sehingga kantuknya hilang.

(Pos-9) Kelembutan dan Nasihat

Orang yang berilmu baiknya bersikap lembut, arif, memberikan nasihat yang baik dan tidak dengki. Semua orang alim menginginkan putranya, santrinya dan jamaahny menjadi orang yang alim pula, sehingga mereka mengajarkan dengan penuh kelembutan dan kesabaran. “Jauhkanlah pikiranmu dari prasangka buruk dan diamlah dengan kejernihan bathinmu dengan perkataan orang-orang bodoh”

(Pos-10) Mencari Keutamaan Ilmu

Sebaiknya orang yang menuntut ilmu itu mencari manfaatnya ilmu di setiap waktu, sampai menemukan keistimewaan dan kesempurnaan ilmu.“Malam itu waktu yang panjang, maka janganlah engkau mempersingkat waktu malam, siang itu terang, maka janganlah engkau kotori dengan dosa”

(Pos-11) Wira’i ketika Menuntut Ilmu

“Rasulullah bersabda, Barangsiapa dalam menuntut ilmu tidak wira’i maka Allah memberikan cobaan padanya satu dari tiga perkara; 1) Allah memberikan kematian pada umur muda; 2) Allah akan menempatkan ke suatu tempat (desa) yang orang-orang sekelilingnya banyak kebodohan; dan 3) Allah menjadikannya pesuruh sultan (pemimpin)”

Jika orang yang manuntut ilmu semakin wira’i maka ilmunya lebih manfaat dan belajarnya lebih mudah, serta faedahnya (hasilnya) lebih banyak. Hal yang termasuk perbuatan wira’i adalah;
1.  Menjaga diri dari makan yang kenyang
2.  Menjaga diri dari banyak tidur
3.  Menjaga diri dari berbicara yang tidak manfaat
4.  Menjaga diri dari makanan pasar
5.  Menjaga diri dari ghibah
6.  Menjauhi ahli ma’shiyat
7.  Duduk dalam keadaan menghadap kiblat ketika menuntut ilmu
8.  Tidak meremehkan adab sunnah
9.  Banyak membaca shalawat
10.  Khusuk dalam shalat

“Jagalah perintah dan larangan Allah. Lakukanlah shalat dengan rajin. Carilah ilmu syari’at. Bersungguh-sungguhlah dan mintalah pertolongan dengan amal dan akhlaq yang bagus maka kamu akan menjadi alim fiqh dan bisa menjaganya. Mintalah pada Tuhanmu yang bisa menjaga penjagaanmu dan bisa melahirkan rasa cinta akan anugerahNya karena Allah adalah sebagus-bagus penjaga. Taatlah pada Allah dan Rasulnya. Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermalas-malasan. Tidurlah kamu dengan sedikit pada malam hari maka kamu akan menjadi makhluk pilihan”

Sebaiknya orang yang menuntut ilmu selalu membawa buku supaya bisa mengulang pelajaran yang dipelajarinya.

(Pos-12) Perkara yang Bisa Menjadikan Hafal dan Lupa

“Tidak ada sesuatu yang bisa menjadikan hafal melebihi dari membaca Alqur’an dengan melihat”. Membaca Alqur’an dengan melihat itu lebih utama dibandingkan dengan tidak melihat. “Jauhi ma’shiyat maka hafalanmu akan kuat”. 

Senin, 16 Mei 2016

Petikan Tausiyah Abiy Al Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri

Al Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri sedang memberikan tausiyah

Al Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri



Al Habib Ali Zainal Abidin Al Jufri bersama dua santri al Arsyadi selepas memberikan Tausiyah






Betapa dermawannya Nabi kiita Muhammad SAW.
Diriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW    pernah diberikan hadiah oleh salah seorang dengan sebuah (عَبَاءَةْ) atau Jubah. Kemudian, Rasulullah SAW menyuruh Sayyidatuna Aisyah untuk menyimpannya. (Jubah itu diberikan kepada Sayyidatuna Aisyah, lalu dilipat dan disimpan ke dalam suatu tempat). 
Tiba-tiba, setelah Rasulullah SAW menyuruh Sayyidatuna Aisyah untuk menyimpan jubah tersebut, maka datanglah seseorang yang mengetuk pintu rumah Rasulullah SAW dan rupanya orang yang mengetuk-ngetuk itu adalah seorang peminta-minta atau pengemis.
Maka, pengemis itu meminta kepada Rasulullah SAW sedekah. Maka ketika itu, Rasulullah SAW bertanya kepada Sayyidatuna Aisyah :
Ya Aisyah adakah yang bisa disedekahkan?
Gandum ada tidak?
Lalu Sayyidatuna Aisyah pun berkata : Ya Rasulullah, walau dzarrah ma wajadda li-dzaalik/ Ya Rasulullah, Meski sebiji pun tak ada gandum dirumahmu ini.” (Inilah keadaan saat itu di rumahnya Rasulullah SAW di mana selama 3 hari tak ada apa pun yang bisa untuk dimakan).
Kemudian, Rasulullah DAW mengatakan lagi kepada Sayyidatuna Aisyah, “Coba Aisyah perlihatkan jubah yang baru dihadiahkan tadi.”
Maka Sayyidatuna Aisyah menghaturkan jubah Rasulullah SAW tersebut. Dan Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun melipatnya, dimasukkan ke dalam tempatnya yang semula tadi, lalu jubah itu diberikan kepada pengemis tersebut. Masya Allah.
Maka kemudian, pengemis tersebut pun merasa bangga sekali. (Bahagianya bukan main). Dan pengemis itu bersegera menuju ke pasar, lalu ia mengatakan (sambil berteriak-teriak) :
“Man-yasytari ‘abaa‘atan Rasulillah?
(Wahai, penduduk pasar) Siapa yang ingin membeli jubanya Rasulullah?”
Maka seketika itu orang-orang yang ada dipasar berkumpul menemui pengemis tadi dan menanyakan, “Berapa harga ? Ini berapa harganya ? Jubanya Rasulullah ini berapa harganya?” (Masya Allah, pengemis tadi yang tidak punya apa-apa, uang pun tidak ada, lalu ia memberanikan diri untuk menjual jubahnya Nabi Muhammad SAW yang baru saja ia dapati ). Kemudian, jubah itu pun ditawar-tawar oleh penduduk pasar, bahkan para Sahabat Nabi pun berkeinginan untuk memiliki jubah Rasulullah SAW tersebut.
Hingga pada suatu saat, ada seorang yang buta matanya (A‘ma) mendengarkan orang yang menjual jubahnya Rasulullah SAW. Lalu orang yang buta tadi mengatakan kepada pelayannya (Ghulam atau Budak laki-lakinya), “Idzhab wa-hdhur al-‘abaa’ah mahmaa ghalaa tsamanuha ?
Berangkat engkau ke orang itu dan engkau hadirkan jubah itu di hadapanku, dan beli-lah meski hargnya semahal apa pun?”
Masya Allah Tabarakallah. (Kata orang buta tadi, “Engkau harus beli pokoknya, hatta ruhmu yang engkau tebus tetap harus kau beli, sebab ini jubahnya Rasulullah SAW )
Dan orang yang buta tadi mengatakan lagi kepada pelayannya tersebut, “Wahai budakku, kalau engkau mampu membelinya maka engkau pun akan aku merdekakan di jalan Allah.” (Budaknya tentu senang sekali, apabila dapat dimerdekakan lantaran hanya dengan mampu membeli jubahnya Rasulullah SAW).
Singkat cerita, budak orang yang buta tadi pun berangkat menemui penjual jubahnya Rasulullah, lalu budak itu mengatakan kepada si penjual tersebut, “Ini aku punya majikan mau beli jubahya Rasulullah, berapa pun harganya pasti aku akan beli.” Maka ditawar-tawar dan akhirnya jubah tersebut dapat dibeli oleh budaknya orang yang buta tadi. Dan setelah itu, jubah tersebut dihadirkan kepada majikannya yang buta, maka kemudian majikannya yang buta itu memegang jubah Rasulullah shallallâhu SAW yang ada di hadapannya sambil seraya mengatakan :
“Ya Rabb, bi haqqi Rasulillah SAW wa barakati ‘abaa’atihi-thaahirah baina yadayya a‘id ilayya bashari ?
Ya  Allah, kembalikanlah pandanganku ini dengan kemulian jubahnya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.”
Kata majikan yang buta tadi, “A‘id ilayya bashari? Kembalikanlah pandanganku ini?” Ia katakan demikian sambil mengusap-usap jubahnya Rasulullah SAW ke matanya yang buta itu.
Maka tidak lama setelah ia mengusapkan jubah itu ke matanya yang buta, lalu (SUBHANALLAH) orang yang buta tadi itu bisa melihat kembali seperti semula, bahkan matanya lebih terang daripada sebelumnya. Kemudian orang yang tadinya buta itu, sambil membawa jubahnya pergi ke rumah Rasulullah SAW dengan penuh rasa bangga, bahagia. (Sebab matanya ini bisa melihat lagi setelah sekian tahun lamanya buta).
Dan ia pun berkata kepada Rasulullah SAW :
“Ya Rasulullah, qad ‘aada bashari wa ilaikal-‘aba’ah hadiyah minni ? Wahai Rasulullah, mataku sudah kembali lagi seperti semula dan engkau aku kasih jubah ini lagi ?”
Jadi, jubahnya Rasulullah SAW dikembalikan lagi. (ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAIH …).
Lalu oleh orang yang tadinya buta itu mengisahkan bagaimana kronologisnya dan kenapa jubah itu pun bisa kembali lagi ke tangannya Rasulullah SAW. Ketika dikisahkan kenapa jubah itu bisa kembali lagi ke tangannya Rasulullah, lalu Rasulullah SAW pun tersenyum sampai gigi gerahamnya terlihat. (Hal ini menandakan betapa bahagianya Rasulullah SAW).
Walhasil, setelah itu Rasulullah SAW mengatakan kepada Sayyidatuna Aisyah, “Perhatikanlah wahai Aisyah jubah yang aku punya ini. Ia bisa mengkayakan orang yang miskin (Faqir), ia bisa menyembuhkan orang yang sakit (buta), ia pun bisa memerdekakan budak dan kemudian kembali lagi kepada kita.” (SUBHANALLAH) Ini semua tidak lain melainkan berkahnya Rasulillah SAW.
Sumber : daruttauhidassalafiyah.blogspot.co.id
















Sabtu, 14 Mei 2016

MAJLIS AL ARSYADI : allahhumma soliwasalimala





PENGAJIAN AKBAR MAJELIS AL-ARSYADI SAMARINDA LAMBUNG MANGKURAT
PEMBACAAN QASHIDAH OLEH UST. MUHAMMAD YUSUF